BAB II. TINJAUAN PUSTAKA
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Uraian Tumbuhan
1. Klasifikasi
Tumbuhan (Tjitrosoepomo G, 2004)
Regnum :
Plantarum
Division :
Spermathopyta
Sub divisi :
Angiospermae
Kelas :
Monocotyledoneae
Bangsa :
Arales
Suku :
Aracceae
Marga :
Alocasia
Spesies :
(Alocasia macrorrhiza (L.) Schott)
2. Nama
Daerah (Hariana, A.H, 2013)
Birah
(Batak, Minangkabau, manado), Bio (Nias), Sente (Sunda, Jawa), Bira (Mandura, Makassar), Biah (Bali), Wia
(Bima), Moel (Timor), Lawira (Bone), Hila (Ambon), Kiha (Halmahera), dan Kiha
(Ternate).
3. Morfologi
(Herlina W. 2011)
Tumbuhan dengan rimpang yang tebal atau dengan
batang di atas tanah yang seringkali memanjat dengan akar-akar pelekat seperti
terdapat pada Piperaceae. Daun
tersebar tunggal atau majemuk dengan susunan tulang-tulang seperti jala dengan
bentuk yang berbeda, kebanyakan kurang lebih bangun jantung. Bunga amat banyak
tersusun dalam bulir atau tongkol yang diselubungi selubung, banci atau
berkelamin tunggual, berbilangan 2-3 kadang-kadang mengalami reduksi sedemikian
rupa, hingga bunga hanya terdiri atas benang sari putik saja.
Jika terdapat tanda bunga,
biasanya tidak begitu nyata, tersusun dalam 1-2 karangan. Benang sari tersusun
dalam 1-2 karang, kurang lebih berlekatan satu sama lain. Bakal buah beruang 1
atau lebih, tiap ruang dengan beberapa atau banyak bakal biji, buahnya biasanya
berupa buni buah mempunyai endosferm atau tidak.
4. Kegunaan
dan kandungan kimia (Hariana, A.H, 2013)
Tanaman Sente kaya kandungan
kimia seperti kalsium oksolat. Efek
farmakologis sente bersifat rasa pedas, astrigen, hangat, dan beracun.tanaman
ini berkhasiat sebagai penurun panas, anti radang, penghilang bangkak, bisul,
antibakteri dan kurap, serta keputihan.
B. Metode Ekstraksi Bahan Alam
1.
Tujuan
Ekstraksi
Ekstraksi bertujuan untuk
menarik komponen-komponen kimia yang terdapat dalam bahan alam. Pelarut organic
akan menembus dinding sel dan masuk kedalam rongga sel yang mengandung zat
aktif, zat akan larut dalam pelarut organik sehingga terjadi perbedaan konsentrasi
antara larutan zat aktif didalam sel dan pelarut organik diluar sel. Proses ini
berulang sampai terjadi keadaan seimbang antara konsentrasi cairan zat aktif
didalam dan diluar sel.
2.
Jenis-Jenis
Ekstraksi (Depkes RI, 1986)
a. Ekstraksi
Secara Maserasi
Maserasi merupakan cara
penyarian yang sederhana, yaitu dengan cara merendam serbuk simplisia dalam
cairan penyari. Cairan penyari akan menembus dinding sel dan masuk kedalam
rongga sel yang mengandung zat aktif, zat aktif akan larut karna adanya
perubahan konsentrasi antara larutan zat aktif didalam sel dengan diluar sel,
maka larutan terpekat didesak keluar. Peristiwa ini berulang sehingga terjadi
kesetimbangan konsentrasi antara larutan diluar sel dan didalam sel. Simplisia
yangakan diekstraksi diserbukan lalu dimasukan kedalam bejana maserasi.
Simplisia tersebut direndam dengan cairan penyari, setelah dalam waktu tertentu
sekali-kali diaduk. Hal ini dilakukan selama 5 hari.
b. Ekstraksi
Secara Perkolasi
Perkolasi adalah cara
penyarian yang dilakukan dengan mengalirkan cairan penyari melalui serbuk
simplisia yang dibasahi. Pada metode ini simplisia yang akan diekstraksi
ditempatkan dalam suatu bejana silinder yang bagian bawanya diberi sekat
berpori. Cairan penyari dialirkan dari atas kebawa melalui serbuk tersebut. Cairan
penyari akan melarutkan zat aktif sel-sel yang dilalui sampai keadaan jenuh.
Gerakan kebawah disebabkan oleh kekuatan beratnya sendiri dan cairan diatasnya,
dikurangi dengan daya kapiler yang cenderung untuk menahannya.
c. Ekstraksi
Secara Soxhletasi
Ekstraksi dengan cara ini pada
dasarnya adalah penyarian berkesenambungan secara dingin. Alat Soxhletasi
dibuat dari bahan gelas yang terbagi atas tiga bagian : bagian tengah untuk
menampung serbuk simplisia yang akan diekstraksi yang dilengkapi dengan pipa
pada bagian kiri dan kanan, satu untuk jalannya uap air dan yang lain untuk
jalannya larutan yang berkondensasi uap menjadi cairan, agar cairan penyari
yang dipakai tidak terlalu banyak. Sedangkan bagian bawah terdapat labu alas
bulat yang berisi cairan penyari dan ekstraksi.
d. Ekstraksi
Secara Refluks
Cara ini termasuk cara
ekstraksi yang berkesenambungan. Bahan yang akan diekstraksi direndam dengan
cairan penyari dalam labu alas bulat yang dilengkapi dengan alat pendingin
tegak, kemudian dipanasi sampai mendidih, cairan penyari akan menguap kemudian
terkondensasi oleh pendingin tegak dan akan turun kembali menyari zat aktif
dalam simplisia tersebut, hingga tersari dengan sempurna.
e. Ekstraksi
Secara Infundasi
Infundasi adalah proses
penyarian yang umumnya digunakan untuk menyari zat aktif yang larut dalam air
dari bahan nabati, yang dilakukan dengan cara membasahi dengan air, biasanya
dua kali bobot bahan, kemudian ditambah dengan air secukupnya dan dipanaskan
dalam tangas air selama 15 menit suhu 90-980 C sambil sesekali
diaduk. Infuse diserkai selagi masih panas melalui kain flannel. Untuk
mencukupi kekurangan air, ditambakan air melalui ampasnya. Umumnya 100 bagian
sari diperlukan 10 bagian bahan.
f. Ekstraksi
Secara Destilasi Uap Air
Ekstraksi destilasi uap air dipertimbangkan
menyari serbuk simplisia yang mengandung komponen yang mempunyai titik didih
tinggi pada tekanan normal. Pada pemanasan biasanya kemungkinan akan terjadi
kerusakan zat aktifnya. Untuk mencega hal tersebut maka penyarian dilakukan
dengan destilasi uap air.
C. Uraian Tentang Alkaloid (Nadjeeb,
2009)
Alkaloid sekitar 5500 telah
diketahui, merupakan golongan zat tumbuhan sekunder yang terbesar. Banyak
sekali alkaloid yang khas pada suatu suku tumbuhan atau beberapa tumbuhan
sekerabat. Jadi, nama alkaloid seringkali diturunkan dari sumber tumbuhan
penghasilnya. Uji sederhana, tetapi yang sama sekali tidak sempurna untuk
alkaloid dalam daun atau buah segar adalah rasa pahitnya di lidah. Prazat
alkaloid yang paling umum adalah asam amino meskipun sebenarnya biosintesis
kebanyakan alkaloid lebih rumit. Secara kimia, alkaloid merupakan suatu
golongan heterogen. Alkaloid banyak yang mempunyai kegiatan fisiologi yang
menonjol, jadi digunakan secara luas dalam bidang pengobatan (Notoatmodjo, S.
2010).
1. Defenisi
Alkaloida adalah senyawa kimia yang secara khas
diperoleh dari tumbuhan dan hewan, bersifat basa, mengandung satu atau lebih
atom nitrogen (biasanya dalam cincin hetorosiklik), dibiosintesis dari asam
amino, banyak diantaranya memiliki aktivitas biologis pada manusia dan hewan
(Trease dan Evans, 1983). Alkaloid merupakan senyawa yang berpengaru terhadap
susunan syaraf pusat, mempunyai atom nitrogen heterosiklis dan disintesis oleh
tumbuhan dari asam amino atau turunannya (Harfia, 2006).
2. Sifat
Alkaloid sebagai golongan dibedakan dari
sebagian besar komponen tumbuhan lain berdasarkan sefat basanya (kation). Oleh
karena itu, senyawa ini biasanya terdapat dalam tumbuhan sebagai garam berbagai
asam organik dan sering ditangani di laboratorium sebagai garam dengan asam
hidroklorida dan asam sulfat. Garam ini, dan sering alkaloid bebas, berupa
senyawa padat berbentuk Kristal tanwarna. Beberapa alkaloid berupa cairan, dan
alkaloid yang berwarnapun langka (berberina dan sepentina berwarna kuning)
(Harfia, 2006)
3. Klasifikasi
Alkaloid dibagi menjadi dua golongan
berdasarkan letak atom nitrogennya (Harfia, 2006), yaitu :
a. Non heterosiklis
disebut juga protoalkoloida. Contohnya efedrin yang terdapat pada tumbuhan Ephedra sinica.
b. Heterosiklis
dibagi dalam 12 golongan berdasarkan struktur cincinnya yaitu :
1. Alkaloid
golongan pirol dan pirolidin, yaitu alkaloid yang mengandung inti pirol dan
pirolidin dalam struktur kimianya.
Contohnya higrin pada tumbuhan Erythtroxylon coca.
2. Alkaloid
golongan pirolizidin, yaitu alkaloid yang mengandung inti pirolizidin dalam
struktur kimianya. Contoh : retronesin pada tumbuhan Senecio Jacabaea.
3. Alkaloid
golongan piridin dan piperidin, yaitu alkaloid yang mengandung inti piridin dan
piperidin dalam struktur kimianya. Contohnya nikotin pada tumbuhan nicotiana
tabaccum yang mempunya inti piridin.
4. Alkaloid
golongan tropan, yaitu alkaloid yang mengandung inti tropan dalam struktur
kimianya. Contohnya atropin pada tumbuhan atropa belladonna.
5. Alkaloid
golongan kuinolin, yaitu alkaloid yang mengandung inti kuinolin dalam struktur
kimianya. Contohnya kuinin pada tumbuhan Cinchona
officinalis.
6. Alkaloid
golongan isokuinolin, yaitu alkaloid yang mengandung inti isokoinolin dalam
struktur kimianya. Contohnya papaverin pada tumbuhan Papaver somniferum.
7. Alkaloid
golongan aporfin, yaitu alkaloid yang mengandung inti aporfin dalam struktur
kimianya. Contohnya boldin pada tumbuhan Peumus boldus.
8. Alkaloid
golongan norlupinan, yaitu alkaloid yang mengandung inti norlupinan dalam
struktur kimianya. Contohnya sitisin pada tumbuhan Cytisus scoparius.
9. Alkaloid
kolongan indol atau benzopirol, yaitu alkaloid yang mengandung inti indol dalam
struktur kimianya. Contohnya psilosin pada tumbuhan Pisilocybe sp.
10. Alkaloid
golongan imidazol glioksalin, yaitu alkaloid yang mengandung inti imidazol
dalam struktur kimianya. Contohnya pilokarpin pada tumbuhan Pilocarpus
jaborandi.
11. Alkaloid
golongan purin, yaitu alkaloid yang mengandung inti purin dalam struktur
kimianya. Contohnya kafein pada tumbuhan Coffea Arabica.
12. Alkaloid
steroida, yaitu alkaloid yang mengandung inti steroida (siklopentano
perhidrofenantren) dalam struktur kimianya. Contohnya solanidin pada tumbuhan
Lycopersicon esculentum. Menurut Hegnauer, alkaloid dikelompokan sebagai :
a. Alkaloid
sesungguhnya
Alkaloid sesunggunya adalah racun, senyawa
tersebut menunjukan aktifitas phisiologi yang luas, hamper tanpah terkecuali
bersifat basa ; lasim mengandung nitrogen dalam cincin heterosiklis; diturunkan
dari asam amino; biasanya terdapat dalam tanaman sebagai garam asam organik. Beberapa
perkecualian terhadap aturan tersebut adalah kolkhisin dan asam aristolokhat
yang bersifat bukan basa dan tidak memiliki cincin heterosiklis dan alkaloid
kuartener, yang bersifat agak asam daripada basa.
b. Protoalkaloid
Protoalkaloid perupakan amin yang relative
sederhana dimana nitrogen asam amino tidak terdapat dalam cincin heterosiklis.
Protoalkaloid diperoleh berdasarkan biosintesis dari asam amino yang bersifat
basa. Contoh, adalah neskalin, ephedin, dan N,N-dimetiltriptamin.
c. Pseudoalkaloid
Pseudoalkaloid tidak diturunkan dari precursor
asam amino. Senyawa biasanya bersifat basa. Ada dua seri alkaloid yang penting
dalam klas ini, yaitu alkaloid steroidal (Contoh konessin) dan purin (Contoh
kaffein) (Sarmoko, 2010 dan Notoatmodjo, S. 2010).
D. Uraian tentang spektrofotometer (Spektrum
serapan Ultra Violet)
Spektrofotometer
UV (Ultra Violet) adalah salah satu dari sekian banyak instrument yang biasa
digunakan dalam menganalisa suatu senyawa kimia. Spektrofotometer umum
digunakan karena kemampuannya dalam menganalisa begitu banyak senyawa kimia
serta kepraktisannya dalam hal preparasi sampel apabila dibandingkan dengan
beberapa metode analisa (Herliani, 2008).
Spektrofotometri
uv-vis adalah pengukuran serapan cahaya didaerah ultraviolet (200-350 nm) oleh
suatu senyawa. Serapan cahaya UV atau cahaya tampak mengakibatkan transisi
elektronik, yaitu profesi elekron-elektron dari orbital keadaan dasar yang
berenergi rendah keorbital keadaan tereksitasi berenergi lebih tinggi. Panjang
gelombang cahaya uv atau cahaya tampak
bergantuk pada mudahnya promosi electron. Molekul-molekul yang memerlukan lebih
banyak energi untuk promosi elekron, akan menyerap pada panjang gelombang yang
lebih pendek. Molekul yang memerlukan energi lebih sedikit akan menyerap pada
panjang gelombang yang lebih panjang. Senyawa yang menyerap cahaya dalam daerah
tampak (senyawa berwarna) mempunyai electron yang lebih mudah dipromosikan dari pada senyawa yang menyerap
pada panjang gelombang yang lebih pendek (Herliani, 2008).
Komentar
Posting Komentar
Terima Kasih Kaka,
Atas Kritikan, saran dan pujiannya.